Direktur STF: Dana Filantropi Belum Dimaksimalkan untuk Kemanusiaan
Gedung FITK, BERITA UIN Online– Hasil
Survei UIN Jakarta tahun 2013 menyebutkan potensi pengumpulan dana
filantropi sangat besar, mencapai Rp 19.3 Trilyun setiap tahunnya (belum
termasuk wakaf). Demikian disampaikan Direktur Social Trust Fund (STF)
UIN Jakarta Dr Amelia Fauziah MA pada kegiatan Focus Grup Discussion
(FGD) bertajuk Fenomena Aktivitas Filantropi Masyarakat Muslim dalam
Kerangka Keadilan Sosial Indonesia di Ruang Sidang Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) lt 2 pada Rabu (15/11/2017).
“Sayangnya
95% peruntukkan dana tersebut masih bersifat karitas, belum
diperuntukkan untuk tujuan jangka panjang dan penyelesaian
persoalan-persoalan kemanusiaan mendasar atau istilah lainnya filantropi
untuk keadilan sosial,” ujar Amelia di hadapan para peserta FGD dari
beberapa lembaga pegiat filantropi.
Filantropi
sosial sendiri memiliki tujuan, lanjutnya, di antaranya mengatasi akar
penyebab ketidakadilan sosial dan ekonomi serta mencoba untuk memberikan
keadilan bagi para korban diskriminasi.
Dijelaskannya,
pada masa Orde Baru, barulah filantropi pada masyarakat Muslim di
Indonesia mengalami perkembangan luar biasa. Mulai dari modernisasi
zakat dan lembaga wakaf, menjamurnya lembaga/organisasi yang
mengumpulkan zakat, inovasi dalam penggalangan dana, serta keterlibatan
negara dalam mendukung kegiatan filantropi.
“Perkembangan
tersebut didukung banyak faktor, di antaranya adalah proses
demokratisasi, muslimisasi, globalisasi, modernisasi, serta adanya
kejadian bencana dan krisis ekonomi,” imbuh jebolan Leiden University
Belanda program magister 1998 itu.
Dalam
penelitiannya (Fauzia, 2013) disebutkan, pada era ini telah terjadi
tranformasi pada organisasi-organisasi filantropi masyarakat Muslim
tradisional menjadi organisasi yang profesional dan modern, meskipun
hanya beberapa yang diakui secara nasional. Aspek penghimpunan dana
untuk aktifitas filantropi menjadi suatu hal yang sangat penting, karena
dari penghimpunan dana inilah yang kemudian menjadi roda penggerak
kegiatan filantropi.
“Selain pada
aspek penghimpunan, aspek pendayagunaan dana untuk aktifitas filantropi
juga tidak kalah penting. Apakah dalam penyalurannya mempertimbangkan
aspek gender, umur, area sebaran, serta jenis kegiatan apa yang
dilakukan?” tandas dosen Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan
Sastra Arab UIN Jakarta itu.
“Perkembangan
lainnya tentu menggembirakan, beragamnya aktifitas filantropi yang
dilakukan, dari pemberian beasiswa, rumah sakit, pinjaman dana bergulir,
advokasi, sampai pada program lingkungan,” katanya.
Karena
itu, sambungnya, dibutuhkan penelitian yang memotret bagaimana fenomena
filantropi masyarakat Muslim dan sejauh mana praktek ini sejalan dengan
visi misi keadilan sosial. Pertanyaannya adalah, apakah perkembangan di
atas mengarah pada terciptanya filantropi untuk keadilan sosial dan
apakah filantropi menjadi kendaraan bagi terbentuknya masyarakat sipil
dan demokrasi.
Ditambahkannya, pada
saat yang sama, lembaga-lembaga filantropi sering kali mengalami dilema
antara memprioritaskan bantuan untuk umat atau kemanusiaan. Namun
demikian, Amelia menjelaskan, sejarah menunjukkan bahwa praktik
filantropi masyarakat Muslim di Indonesia telah menjalankan prinsip
keadilan sosial sejak masa kolonial Belanda, seperti yang dicontohkan
oleh seksi amal Muhammadiyah yang bernama PKU (Penolong Kesengsaraan
Umat) yang memberikan bantuan tanpa membedakan agama, ras dan
kewarganegaraan berupa klinik medis dan rumah sakit.
“Contoh
tersebut bisa menjadi jaminan bahwa praktik filantropi di Indonesia
dapat diarahkan bukan hanya untuk mengatasi masalah ketidakadilan
pendapatan, ketidakadilan akses ekonomi, tapi juga masalah-masalah
kesenjangan budaya dan diskriminasi,” pungkas Amelia.
Diketahui,
FGD tersebut diikuti 20 peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai
lembaga, antara lain Perwakilan LAZ di Jakarta, Badan Amil Zakat,
Lembaga Kemanusiaan Muslim, Perwakilan NU, Muhammadiyah, Kementerian
Sosial, Kementerian Agama, CSR, Masjid, Akademisi, FOZ Wilayah Jakarta
dan tiga orang peneliti.
Tujuannya
untuk memotret perkembangan filantropi masyarakat Muslim di Indonesia
saat ini terkait dengan wacana keadilan sosial dan menggali informasi
terkait aktifitas, capaian-capaian lembaga filantropi dalam hal
tantangan menjalankan pencapaian prinsip keadilan. (mf) / http://www.uinjkt.ac.id/id/direktur-stf-dana-filantropi-belum-dimaksimalkan-untuk-kemanusiaan/
Ruang Diorama, BERITA UIN Online—
Sebanyak 30 pengurus Baitul Maal wa Tamwil (BMT) se Jabodetabek
mengikuti sosialisasi program Tabungan Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas)
di ruang Diorama Auditorium Prof Dr Harun Nasution UIN Jakarta pada
Kamis, (31/1/13).
Direktur Eksekutif
Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta, Dr Jamhari Makruf, MA dalam
sambutannya mengatakan, pada umumnya masyarakat Indonesia belum begitu
menyadari akan pentingnya dan manfaatnya asuransi kesehatan terutama di
saat membutuhkan biaya besar untuk pengobatan di rumah sakit.
“Dengan
memiliki produk Bungkesmas ini, di samping masyarakat diajak untuk
menabung, merekapun dapat keuntungan dengan jaminan kesehatan dan
kecelakaan selama satu tahun penuh, sehingga kita dapat bekerja dengan
lebih tenang,†ujar Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan
Kerjasama UIN Jakarta sembari tersenyum.
Sementara
itu pada kesempatan yang sama, Dr Amelia Fauziah selaku pembicara
menjelaskan bahwa dengan mengikuti Bungkemas, maka masyarakat akan
mendapatkan banyak manfaat. “Bungkesmas ini adalah sebuah produk
simpanan plus asuransi kesehatan dan kecelakaan didesain khusus untuk
BMT, koperasi, dan atau lembaga sejenis,†ujar wanita yang juga
sebagai Sekretaris STF UIN Jakarta itu.
Produk
Bungkesmas ini, lanjutnya, berbeda dari yang lain dan menjadi yang
pertama di Indonesia karena produk ini menitikberatkan kepada peran
sosial di masyarakat, terutama bagi pekerja informal, seperti pegawai
swasta, pengusaha kecil, pedagang, asisten rumah tangga, guru honorer,
buruh, dan lain sebagainya.
Amelia
menambahkan, dengan membayar sebesar Rp 100.000/tahun, jika anggota BMT
mengalami kecelakaan atau sakit, berhak mendapatkan santunan harian
rawat inap rumah sakit, pergantian pembedahan/operasi, santunan
meninggal dunia/cacat tetap, santunan pendapatan keluarga jika
tertanggung meninggal, dan santunan pemakaman meninggal dunia.
“Syarat
utamanya adalah harus menjadi anggota BMT terlebih dahulu dan bersedia
membayar premi sebesar Rp 100.000/tahun atau 165.000/tahun untuk anggota
pasangan suami istri,†papar dia.
Beberapa
perwakilan pengurus BMT se Jabodetabek yang turut hadir, di antaranya
BMT Darul Quran Jakarta, BMT Amal Attina Bogor, BMT Mujahidin Tangerang,
BMT UGT Sidogiri Depok dan BMT UGT Sidogiri Bekasi. (Muhammad Furqon) / http://www.uinjkt.ac.id/id/30-bmt-ikuti-sosialisasi-bungkesmas-stf-uin-jakarta/
Ruang Diorama, BERITA UIN Online—
Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta siap memberikan bantuan kepada para
pengurus Baitul Mal wa Tamwil (BMT) untuk melanjutkan studi lanjut,
baik strata satu (S1) maupun strata dua (S2) untuk bidang kajian
Ekononmi Islam atau bidang kajian lain yang terkait dengan BMT.
“Kita
akan bantu teman-teman pengurus BMT yang ingin melanjutkan studinya.
Bisa mengambil studi di sini (UIN Jakarta, red) di Program Studi Ekonomi
Syariah atau lainnya,” ujar Direktur Ekskutif STF Dr Jamhari Makruf MA
kepada para pengurus BMT se-Jabodetabek pada acara “Sosialisasi Tabungan
Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas)” di Ruang Diorama Auditorium Prof Dr
Harun Nasution, Kamis (31/1/2013).
Menurutnya,
studi lanjut bagi pengurus BMT itu sangat penting dan strategis guna
meningkatkan kapasitas dan wawasan kelimuan mereka.
“Tentu
untuk meningkatkan BMT perlu peningkatkan kapasitas masing-masing,
sehingga rutinitas di BMT bisa berjalan lebih baik lagi,” saran Wakil
Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerjasama itu.
Selain
itu, katanya, studi lanjut juga akan dapat mereka rasakan manfaatnya
jika sudah tidak aktif lagi di BMT. “Bisa saja teman-teman tidak atif
lagi di BMT. Setelah itu biasanya bingung. Nah, kalau punya ijazah studi
S2 atau lainya akan bisa lebih leluasa,” aku dia.
Untuk
pembukaan kelas di UIN Jakarta bagi pengurus BMT, terang peraih doktor
bidang Antropologi Australian National University (ANU) itu, sangat
sederhana. “Teman-teman cukup mengumpulkan 20 orang. Itu sudah bisa jadi
satu kelas. Kita akan buat kelas khusus,” katanya.
Acara
sosialisasi ini dihadiri sebanyak 30-an BMT. Kegiatan ini digelar untuk
menjalin kerjasama antara STF UIN Jakarta dan perusahaan asuransi
(jenis Syariah) dari Amerika AIG dengan BMT se-Sejabodetabek.
Sebelumnya,
STF UIN Jakarta telah bermitra dengan puluhan BMT se-Sulawesi Selatan
dan se-Kalimantan Selatan pada program yang serupa. (Saifudin) / http://www.uinjkt.ac.id/id/stf-uin-jakarta-siap-bantu-studi-lanjut-pengurus-bmt/
Ditulis ulang oleh BungkesmasCorner
No comments:
Post a Comment