Wednesday, September 5, 2018

STF (Social Trust Fund) , Bungkesmas dan Mitra termasuk BMT

Direktur STF: Dana Filantropi Belum Dimaksimalkan untuk KemanusiaanBungkesmasCorner - Banjarmasin - 

Direktur STF: Dana Filantropi Belum Dimaksimalkan untuk Kemanusiaan


Gedung FITK, BERITA UIN Online– Hasil Survei UIN Jakarta tahun 2013 menyebutkan potensi pengumpulan dana filantropi sangat besar, mencapai Rp 19.3 Trilyun setiap tahunnya (belum termasuk wakaf). Demikian disampaikan Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta Dr Amelia Fauziah MA pada kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk Fenomena Aktivitas Filantropi Masyarakat Muslim dalam Kerangka Keadilan Sosial Indonesia di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) lt 2 pada Rabu (15/11/2017).
“Sayangnya 95% peruntukkan dana tersebut masih bersifat karitas, belum diperuntukkan untuk tujuan jangka panjang dan penyelesaian persoalan-persoalan kemanusiaan mendasar atau istilah lainnya filantropi untuk keadilan sosial,” ujar Amelia di hadapan para peserta FGD dari beberapa lembaga pegiat filantropi.
Filantropi sosial sendiri memiliki tujuan, lanjutnya, di antaranya mengatasi akar penyebab ketidakadilan sosial dan ekonomi serta mencoba untuk memberikan keadilan bagi para korban diskriminasi.
Dijelaskannya, pada masa Orde Baru, barulah filantropi pada masyarakat Muslim di Indonesia mengalami perkembangan luar biasa. Mulai dari modernisasi zakat dan lembaga wakaf, menjamurnya lembaga/organisasi yang mengumpulkan zakat, inovasi dalam penggalangan dana, serta keterlibatan negara dalam mendukung kegiatan filantropi.
“Perkembangan tersebut didukung banyak faktor, di antaranya adalah proses demokratisasi, muslimisasi, globalisasi, modernisasi, serta adanya kejadian bencana dan krisis ekonomi,” imbuh jebolan Leiden University Belanda program magister 1998 itu.
Dalam penelitiannya (Fauzia, 2013) disebutkan, pada era ini telah terjadi tranformasi pada organisasi-organisasi filantropi masyarakat Muslim tradisional menjadi organisasi yang profesional dan modern, meskipun hanya beberapa yang diakui secara nasional. Aspek penghimpunan dana untuk aktifitas filantropi menjadi suatu hal yang sangat penting, karena dari penghimpunan dana inilah yang kemudian menjadi roda penggerak kegiatan filantropi.
“Selain pada aspek penghimpunan, aspek pendayagunaan dana untuk aktifitas filantropi juga tidak kalah penting. Apakah dalam penyalurannya mempertimbangkan aspek gender, umur, area sebaran, serta jenis kegiatan apa yang dilakukan?” tandas dosen Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Jakarta itu.
“Perkembangan lainnya tentu menggembirakan, beragamnya aktifitas filantropi yang dilakukan, dari pemberian beasiswa, rumah sakit, pinjaman dana bergulir, advokasi, sampai pada program lingkungan,” katanya.
Karena itu, sambungnya, dibutuhkan penelitian yang memotret bagaimana fenomena filantropi masyarakat Muslim dan sejauh mana praktek ini sejalan dengan visi misi keadilan sosial. Pertanyaannya adalah, apakah perkembangan di atas mengarah pada terciptanya filantropi untuk keadilan sosial dan apakah filantropi menjadi kendaraan bagi terbentuknya masyarakat sipil dan demokrasi.
Ditambahkannya, pada saat yang sama, lembaga-lembaga filantropi sering kali mengalami dilema antara memprioritaskan bantuan untuk umat atau kemanusiaan. Namun demikian, Amelia menjelaskan, sejarah menunjukkan bahwa praktik filantropi masyarakat Muslim di Indonesia telah menjalankan prinsip keadilan sosial sejak masa kolonial Belanda, seperti yang dicontohkan oleh seksi amal Muhammadiyah yang bernama PKU (Penolong Kesengsaraan Umat) yang memberikan bantuan tanpa membedakan agama, ras dan kewarganegaraan berupa klinik medis dan rumah sakit.
“Contoh tersebut bisa menjadi jaminan bahwa praktik filantropi di Indonesia dapat diarahkan bukan hanya untuk mengatasi masalah ketidakadilan pendapatan, ketidakadilan akses ekonomi, tapi juga masalah-masalah kesenjangan budaya dan diskriminasi,” pungkas Amelia.
Diketahui, FGD tersebut diikuti 20 peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai lembaga, antara lain Perwakilan LAZ di Jakarta, Badan Amil Zakat, Lembaga Kemanusiaan Muslim, Perwakilan NU, Muhammadiyah, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, CSR, Masjid, Akademisi, FOZ Wilayah Jakarta dan tiga orang peneliti.
Tujuannya untuk memotret perkembangan filantropi masyarakat Muslim di Indonesia saat ini terkait dengan wacana keadilan sosial dan menggali informasi terkait aktifitas, capaian-capaian lembaga filantropi dalam hal tantangan menjalankan pencapaian prinsip keadilan. (mf) / http://www.uinjkt.ac.id/id/direktur-stf-dana-filantropi-belum-dimaksimalkan-untuk-kemanusiaan/
Ruang Diorama, BERITA UIN Online— Sebanyak 30 pengurus Baitul Maal wa Tamwil (BMT) se Jabodetabek mengikuti sosialisasi program Tabungan Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas) di ruang Diorama Auditorium Prof Dr Harun Nasution UIN Jakarta pada Kamis, (31/1/13).
Direktur Eksekutif Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta, Dr Jamhari Makruf, MA dalam sambutannya mengatakan, pada umumnya masyarakat Indonesia belum begitu menyadari akan pentingnya dan manfaatnya asuransi kesehatan terutama di saat membutuhkan biaya besar untuk pengobatan di rumah sakit.
“Dengan memiliki produk Bungkesmas ini, di samping masyarakat diajak untuk menabung, merekapun dapat keuntungan dengan jaminan kesehatan dan kecelakaan selama satu tahun penuh, sehingga kita dapat bekerja dengan lebih tenang,” ujar Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerjasama UIN Jakarta sembari tersenyum.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Dr Amelia Fauziah selaku pembicara menjelaskan bahwa dengan mengikuti Bungkemas, maka masyarakat akan mendapatkan banyak manfaat. “Bungkesmas ini adalah sebuah produk simpanan plus asuransi kesehatan dan kecelakaan didesain khusus untuk BMT, koperasi, dan atau lembaga sejenis,” ujar wanita yang juga sebagai Sekretaris STF UIN Jakarta itu.
Produk Bungkesmas ini, lanjutnya, berbeda dari yang lain dan menjadi yang pertama di Indonesia karena produk ini menitikberatkan kepada peran sosial di masyarakat, terutama bagi pekerja informal, seperti pegawai swasta, pengusaha kecil, pedagang, asisten rumah tangga, guru honorer, buruh, dan lain sebagainya.
Amelia menambahkan, dengan membayar sebesar Rp 100.000/tahun, jika anggota BMT mengalami kecelakaan atau sakit, berhak  mendapatkan santunan harian rawat inap rumah sakit, pergantian pembedahan/operasi, santunan meninggal dunia/cacat tetap, santunan pendapatan keluarga jika tertanggung meninggal, dan santunan pemakaman meninggal dunia.
“Syarat utamanya adalah harus menjadi anggota BMT terlebih dahulu dan bersedia membayar premi sebesar Rp 100.000/tahun atau 165.000/tahun untuk anggota pasangan suami istri,” papar dia.
Beberapa perwakilan pengurus BMT se Jabodetabek yang turut hadir, di antaranya BMT Darul Quran Jakarta, BMT Amal Attina Bogor, BMT Mujahidin Tangerang, BMT UGT Sidogiri Depok dan BMT UGT Sidogiri Bekasi. (Muhammad Furqon) / http://www.uinjkt.ac.id/id/30-bmt-ikuti-sosialisasi-bungkesmas-stf-uin-jakarta/

Ruang Diorama, BERITA UIN Online— Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta siap memberikan bantuan kepada para pengurus Baitul Mal wa Tamwil (BMT) untuk melanjutkan studi lanjut, baik strata satu (S1) maupun strata dua (S2) untuk bidang kajian Ekononmi Islam atau bidang kajian lain yang terkait dengan BMT.
“Kita akan bantu teman-teman pengurus BMT yang ingin melanjutkan studinya. Bisa mengambil studi di sini (UIN Jakarta, red) di Program Studi Ekonomi Syariah atau lainnya,” ujar Direktur Ekskutif STF Dr Jamhari Makruf MA kepada para pengurus BMT se-Jabodetabek pada acara “Sosialisasi Tabungan Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas)” di Ruang Diorama Auditorium Prof Dr Harun Nasution, Kamis (31/1/2013).
Menurutnya, studi lanjut bagi pengurus BMT itu sangat penting dan strategis guna meningkatkan kapasitas dan wawasan kelimuan mereka.
“Tentu untuk meningkatkan BMT perlu peningkatkan kapasitas masing-masing, sehingga rutinitas di BMT bisa berjalan lebih baik lagi,” saran Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerjasama itu.
Selain itu, katanya, studi lanjut juga akan dapat mereka rasakan manfaatnya jika sudah tidak aktif lagi di BMT. “Bisa saja teman-teman tidak atif lagi di BMT. Setelah itu biasanya bingung. Nah, kalau punya ijazah studi S2 atau lainya akan bisa lebih leluasa,” aku dia.
Untuk pembukaan kelas di UIN Jakarta bagi pengurus BMT, terang peraih doktor bidang Antropologi Australian National University (ANU) itu, sangat sederhana. “Teman-teman cukup mengumpulkan 20 orang. Itu sudah bisa jadi satu kelas. Kita akan buat kelas khusus,” katanya.
Acara sosialisasi ini dihadiri sebanyak 30-an BMT. Kegiatan ini digelar untuk menjalin kerjasama antara STF UIN Jakarta dan perusahaan asuransi (jenis Syariah) dari Amerika AIG dengan BMT se-Sejabodetabek.
Sebelumnya, STF UIN Jakarta telah bermitra dengan puluhan BMT se-Sulawesi Selatan dan se-Kalimantan Selatan pada program yang serupa. (Saifudin) / http://www.uinjkt.ac.id/id/stf-uin-jakarta-siap-bantu-studi-lanjut-pengurus-bmt/

Ditulis ulang oleh  BungkesmasCorner

No comments:

Post a Comment